Jurnalis dan menulis, dua hal yang sama sekali tidak pernah terlintas dalam pikiran saya. Sebuah profesi yang meninggalkan begitu banyak ce...
Jurnalis dan menulis, dua hal yang sama sekali tidak pernah terlintas dalam pikiran saya. Sebuah profesi yang meninggalkan begitu banyak cerita dan pengalaman yang menghiasi jalan hidup saya. Berlatar pendidikan sebagai seorang pendidik (guru), saya sama sekali tidak pernah menyangka akan menjadi jurnalis. Itu semua berawal dari pemberian surat lamaran kerja di sebuah perusahaan media ternama di Aceh, Harian Serambi Indonesia.
Saya yang baru selesai wisuda dan masih bekerja serabutan sibuk mencari pekerjaan tetap. Setiap hari saya membaca iklan lowongan kerja di koran, sampai akhirnya ada sebuah info lowongan kerja jika Harian Serambi Indonesia sedang membutuhkan wartawati. Dengan segenap keberanian saya mencoba peluang ini. Awalnya masih ragu karena kemampuan menulis saya tidak bagus. Lagipula saya sama sekali tidak memiliki ilmu tentang jurnalistik.
Saya mengenakan seragam Harian Serambi Indonesia. |
Selang beberapa hari setelah memberikan berkas lamaran, saya dinyatakan lulus tahap pertama, yaitu kelengkapan administrasi. Saya pun diminta mengikuti tes selanjutnya wawancara bersama 24 pelamar lainnya. Setelah melewati semua tahapan seleksi, akhirnya saya diterima dan mengikuti masa magang selama tiga bulan.
Januari 2013, saya resmi magang di Kantor Harian Serambi Indonesia. Bersama dengan tiga rekan kerja lain yang juga lulus. Di sinilah cerita baru kehidupan saya dimulai. Jika sebelumnya bekerja sebagai guru privat Bahasa Inggris, sekarang saya bekerja sebagai kuli tinta, jurnalis. Setiap hari saya harus menyetor minimal dua berita untuk diterbitkan esok harinya. Ini benar-benar pengalaman pertama saya yang sama sekali tidak pernah tahu dunia jurnalis dan media. Saya yang masih sangat awam dan tidak pernah mengenal teori jurnalistik harus terjun langsung ke lapangan dan menulis berita. Sungguh pengalaman yang takkan terlupakan.
Januari 2013, saya resmi magang di Kantor Harian Serambi Indonesia. Bersama dengan tiga rekan kerja lain yang juga lulus. Di sinilah cerita baru kehidupan saya dimulai. Jika sebelumnya bekerja sebagai guru privat Bahasa Inggris, sekarang saya bekerja sebagai kuli tinta, jurnalis. Setiap hari saya harus menyetor minimal dua berita untuk diterbitkan esok harinya. Ini benar-benar pengalaman pertama saya yang sama sekali tidak pernah tahu dunia jurnalis dan media. Saya yang masih sangat awam dan tidak pernah mengenal teori jurnalistik harus terjun langsung ke lapangan dan menulis berita. Sungguh pengalaman yang takkan terlupakan.
Setelah bekerja sebagai seorang jurnalis, saya baru mengerti sepenuhnya jika profesi ini menuntut keberanian dan kreatifitas. Tidak hanya mencari berita untuk memenuhi halaman koran, tapi lebih kepada menulis sesuatu yang memiliki news value (nilai berita). Karenanya, setiap hari saya harus berpikir tentang apa yang akan saya tulis. Begitu seterusnya, besok, besok dan besok hari. Bagi saya ini sebuah tantangan yang harus ditaklukkan.
Tuntutan pekerjaan juga mengubah jadwal kegiatan saya. Saya jadi lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah, bahkan hingga tengah malam. Padahal sebelumnya saya jarang berada di luar rumah jika hari sudah gelap. Tak jarang orang tua sering bertanya sebenarnya bagaimana pekerjaan yang saya lakoni ini? Maklum saja, di Aceh masih sangat jarang ada anak gadis yang bekerja hingga malam hari. Biasanya, perempuan di Aceh sudah harus berada di rumah sebelum maghrib dan tidak boleh lagi keluar setelahnya jika tidak ada keperluan.
Kartu Pers saat magang di Harian Serambi Indonesia. |
Akhirnya tiga bulan berlalu dan masa magang selesai. Tiba pada saat pengumuman dikontrak atau tidak. Melihat kinerja saya dan teman-teman selama magang, kami berempat akhirnya dikontrak. Pada 15 April 2013, waktu dimana kami membubuhkan tanda tangan di atas selembar kertas berisi kontrak perjanjian kerja selama setahun. Kami juga diberikan sertifikat tanda telah menyelesaikan masa magang dengan sangat memuaskan.
Sertifikat tanda selesai magang dari Kantor Harian Serambi Indonesia. |
Hari-hari sebagai seorang jurnalis pun terus berlanjut. Sedikit berbeda dengan masa magang, berita yang kami liput jadi bertambah. Jika saat magang kami menyetor dua berita, maka sekarang sesekali kami mulai menyetor tiga berita bahkan lebih. Berita bertambah, jam kerja juga jadi lebih panjang. Saya yang biasa pulang jam sembilan atau sepuluh malam, jika sedang banyak berita, biasanya pulang lebih telat. Memang begitulah kerja di media sebagai jurnalis, tidak mengenal waktu. 24 jam sehari terasa kurang karena selalu dikejar deadline.
Saya dan teman-teman berfoto dengan Sekretaris Redaksi Harian Serambi Indonesia, Bukhari M Ali. Ini pertama kalinya kami mengenakan seragam. |
Kartu Pers saat bekerja sebagai wartawati di Harian Serambi Indonesia. |
Meski demikian, saya patut berbangga hati karena pernah berkontribusi di sebuah perusahaan media besar di Aceh. Setahun bergabung dengan media Harian Serambi Indonesia sebagai wartawan politik dan keamanan, saya merasa sangat senang. Selain ilmu dan pengalaman, saya banyak mengenal orang-orang baru selama menjadi jurnalis. Meski tak lagi menjadi seorang jurnalis, saya akan terus menulis. Menulis sudah menjadi hobi saya di sela-sela waktu luang. Semoga apa yang sudah saya pelajari selama menjadi jurnalis bisa bermanfaat.
THANK YOU
Semoga tulisan dari seorang ibu satu anak ini bermanfaat. Terima kasih untuk sobat yang sudah berkunjung ke rumah mungil saya. Komentar kalian semangat saya. Kalau ada saran dan masukan jangan segan untuk disampaikan. Dengan senang hati akan ditanggapi. Happy reading guys.^^
Semoga tulisan dari seorang ibu satu anak ini bermanfaat. Terima kasih untuk sobat yang sudah berkunjung ke rumah mungil saya. Komentar kalian semangat saya. Kalau ada saran dan masukan jangan segan untuk disampaikan. Dengan senang hati akan ditanggapi. Happy reading guys.^^
COMMENTS